TMMIN Dorong Built in Quality Berbasis Suara Pelanggan, Sejauh Mana Efektivitasnya?
- account_circle Pandito
- calendar_month Jum, 13 Jun 2025
- visibility 91

TMMIN Dorong Built in Quality Berbasis Suara Pelanggan, Sejauh Mana Efektivitasnya?
OTOExpo.com , Karawang – Nama Toyota sudah lama identik dengan kualitas dan daya tahan. Tapi dalam dunia otomotif yang makin kompetitif, reputasi masa lalu saja tidak cukup.
Itulah sebabnya PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) gencar menggaungkan kembali semangat Built in Quality, sebuah prinsip produksi yang katanya berakar dari suara pelanggan dan filosofi Kaizen.
Tapi, mari kita bahas lebih jauh: apakah prinsip ini benar-benar dijalankan hingga ke akar, atau sekadar jargon pemasaran yang dibungkus rapi?
Customer Month 2025: Deklarasi Komitmen atau Seremoni Tahunan?
Pada 19 Mei lalu, TMMIN menggelar acara Customer Month 2025 di Plant 1 Karawang. Acara ini katanya jadi ajang menjalin kepercayaan dengan para distributor dari Arab Saudi, Malaysia, Amerika Latin, hingga Amerika Utara.
Wakil Presiden Direktur TMMIN, Bob Azam, menyebut acara ini sebagai bentuk nyata dedikasi terhadap 100% Quality Assurance.
Terdengar meyakinkan. Tapi, apakah para distributor datang hanya untuk mendengar ulang komitmen itu? Atau mereka memang benar-benar mendapat akses transparan pada proses produksi?
Prinsip 3M: Slogan Ideal, Tantangan Nyata
Toyota menyebutkan bahwa prinsip 3M – Tidak Menerima Cacat, Tidak Membuat Cacat, dan Tidak Meneruskan Cacat adalah landasan budaya kerja di TMMIN. Ini terdengar sempurna secara teori.
Tapi siapa yang bisa memastikan bahwa setiap lini produksi benar-benar menerapkan prinsip ini secara menyeluruh?
Tanpa transparansi kepada publik tentang real defect rate, downtime, atau jumlah kasus recall aktual dari pabrik Karawang, sulit untuk menilai apakah prinsip 3M ini benar-benar hidup dalam praktik, atau sekadar ideal company talk.

Built in Quality
Dalam keterangan resminya, TMMIN menyebut pendekatan Built in Quality dilakukan di setiap tahap produksi. Itu mencakup:
- Product Engineering Quality: menyangkut desain dan efisiensi,
- Product Manufacturing Quality: menjamin produk bebas dari cacat produksi.
Tapi pertanyaannya: bagaimana TMMIN mengukur kualitas berbasis suara pelanggan (customer voice)? Sejauh mana masukan dari pengguna benar-benar diintegrasikan ke dalam continuous improvement?
Apakah hanya berdasarkan survei NPS (Net Promoter Score), atau ada forum rutin yang melibatkan pemilik kendaraan?
Recall
Toyota secara terbuka mengakui bahwa recall adalah bentuk tanggung jawab, bukan kegagalan. “Recall bukanlah hal negatif,” kata Bob Azam.
Kita hargai transparansi ini, tapi publik tetap berhak tahu: berapa jumlah recall dari produk TMMIN dalam lima tahun terakhir?
Recall seperti apa yang dianggap “biasa” dan mana yang sebenarnya bisa dicegah jika sistem quality assurance benar-benar efektif?
Kita tidak bicara soal zero defect yang utopis. Tapi jika recall terjadi karena kesalahan desain atau proses produksi yang bisa dihindari, maka jargon built-in quality perlu dikaji ulang efektivitasnya.
We Make People Before We Make Product: Filosofi yang Mulia
Toyota selalu bangga dengan moto “We make people before we make product.” TMMIN pun mengklaim menjalankan program pelatihan berlapis, dari QCC (Quality Control Circle) hingga Suggestion System (SS).
Namun, tantangan sesungguhnya ada pada execution. Apakah semua lini karyawan mendapat pelatihan yang setara?
Apakah saran dari pekerja lini pertama benar-benar didengar oleh manajemen, atau hanya masuk dalam laporan formal tahunan?
Jika budaya hierarkis masih kental, maka sistem saran dan kontrol mutu ini akan terjebak sebagai formalitas yang tak berdampak.
Kontribusi Global dan Lokal: Dua Kutub yang Harus Diseimbangkan
TMMIN bangga menjadi bagian dari jaringan global Toyota. Tapi jangan sampai ambisi global membuat kebutuhan konsumen lokal Indonesia dilupakan.
Seperti efisiensi BBM dalam kondisi kemacetan ekstrem, kualitas material interior dalam iklim tropis, hingga kemudahan servis di kota-kota kecil ini semua adalah “suara pelanggan” yang sering kali terabaikan karena fokus produksi lebih pada standar ekspor.
Jika TMMIN ingin menjadi pemimpin mobilitas berkelanjutan di Indonesia, maka prioritasnya tidak bisa hanya pada compliance standar Jepang atau Amerika, tapi juga pada realitas jalanan dan kebutuhan pengguna lokal.
Built in Quality Butuh Transparansi, Bukan Sekadar Tekad
Komitmen TMMIN terhadap kualitas dan pelanggan patut dihargai. Tapi publik dan pelanggan juga berhak mendapat informasi nyata tentang bagaimana prinsip-prinsip seperti Built in Quality, 100% Quality Assurance, dan Prinsip 3M dijalankan di lapangan.
Kampanye seperti Customer Month bukan sekadar ajang seremoni. Ia harus jadi bukti keterbukaan dan keberanian perusahaan untuk menunjukkan seluruh proses produksi lengkap dengan tantangan dan kekurangannya.
Karena dalam dunia otomotif yang makin kompetitif, kualitas bukan soal janji, tapi soal transparansi, konsistensi, dan keberanian menerima masukan.****
.
.
.
.
- Penulis: Pandito


