Digeruduk Mobil China, Suzuki Pilih Main Aman
- account_circle Selviyani Mimie
- calendar_month Rab, 9 Jul 2025
- visibility 60

Digeruduk Mobil China, Suzuki Pilih Main Aman
OTOExpo.com , Jakarta – Persaingan industri otomotif Tanah Air makin panas. Mobil-mobil asal China menyerbu pasar dengan harga yang bikin geleng-geleng kepala.
Diskon besar-besaran, fitur segudang, dan teknologi mutakhir ditawarkan tanpa ampun. Sementara itu, Suzuki Indonesia memilih jalur “aman” tidak ikut-ikutan perang harga.
Strategi ini diambil oleh PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) sebagai bentuk “komitmen” mereka untuk mempertahankan kualitas produk dan layanan.
Tapi di tengah kompetitor yang makin agresif, muncul pertanyaan: masih relevankah pendekatan konservatif ini di tahun 2025?

Bertahan dengan Harga Tetap, Suzuki Ogah Main Harga Murah
Dalam sebuah pernyataan di kawasan Senayan, Jakarta, Deputy Managing Director PT SIS, Donny Saputra, menegaskan bahwa Suzuki tidak akan ikut-ikutan menurunkan harga jual mobil seperti para kompetitor, terutama merek-merek China.
“Kalau memangkas harga dari merek lain itu strategi mereka. Kami percaya bahwa kualitas produk dan layanan adalah hal yang tidak bisa dikompromikan,” ujar Donny dengan nada yakin.
Memang, di permukaan, keputusan ini terlihat seperti bentuk integritas. Tapi buat konsumen yang makin kritis, justru jadi pertanyaan: kalau kualitas bagus tapi harganya tetap tinggi, masih sebanding nggak sama value yang didapat?
Kompetitor Gencar Diskon, Suzuki Santai Aja
Sementara Suzuki fokus pada “kualitas”, para pemain baru seperti MG, BAIC, Jetour, Neta, dan Chery justru bermain di lini harga.
Contohnya MG 4 EV, yang dulu diluncurkan di angka Rp 600 jutaan, kini tersedia mulai dari Rp 240 jutaan. Itu bukan diskon biasa itu revolusi.
Mobil listrik lain juga tak kalah gila. Jetour dan BAIC mulai menawarkan SUV rakitan lokal dengan fitur canggih dan harga miring.
Bahkan beberapa sudah menyamai atau malah di bawah banderol mobil-mobil Jepang di segmen yang sama.
Tapi Suzuki? Masih berdiri di jalurnya. Nggak mau turun harga, dan tetap percaya diri dengan pendekatan tradisional: produk oke + layanan oke = konsumen loyal.
Harga Murah Bukan Segalanya, Tapi…
Donny menegaskan bahwa perang harga bukan satu-satunya bentuk persaingan. Ia menyebut kompetisi juga hadir lewat inovasi produk, layanan purnajual, dan kenyamanan pengguna.
“Price war itu sudah ada sejak tahun 80-an. Sekarang bedanya kompetitornya makin banyak dan produknya mirip-mirip. Tapi kami tidak akan mengorbankan kualitas demi memotong harga,” ujarnya.
Masuk akal, tapi apakah pendekatan ini bisa mengimbangi gelombang perubahan yang dibawa para brand China? Apalagi, kualitas produk China kini sudah jauh meningkat dibanding satu dekade lalu.
Pasar Mobil 2025 Sudah Berubah
Realitanya, pasar mobil Indonesia sudah tidak seperti dulu. Konsumen kini lebih rasional dan tech-savvy. Mereka tidak hanya mengandalkan nama besar, tapi juga mempertimbangkan spesifikasi, fitur, efisiensi, dan… tentu saja, harga.
Merek-merek China paham betul celah ini. Mereka datang bukan hanya dengan harga miring, tapi juga fitur kelas atas dan desain yang mulai berani.
Garansi seumur hidup untuk baterai mobil listrik? Ada. Head unit 12 inci, panoramic roof, ADAS? Sudah biasa.
Sayangnya, banyak produk Suzuki di Indonesia masih terlihat “biasa-biasa saja” dari sisi teknologi dan desain.
Bahkan beberapa masih mempertahankan fitur-fitur standar yang sudah lama tidak dikembangkan secara signifikan. Padahal, ini tahun 2025, bukan 2015.
Setia pada Prinsip, Tapi Jangan Lupa Berinovasi
Kita bisa paham bahwa Suzuki ingin menjaga hubungan jangka panjang dengan konsumen. Tapi setia pada prinsip saja tidak cukup.
Pasar berubah, dan ekspektasi konsumen ikut berubah. Brand yang stagnan terlalu lama bisa kehilangan relevansi.
Suzuki harus bisa menjawab tantangan ini bukan hanya dengan menjaga harga, tapi juga dengan meningkatkan value produk. Inovasi, fitur kekinian, efisiensi, dan konektivitas adalah hal-hal yang kini jadi pertimbangan utama.
Karena jujur saja, kalau selisih harga mobil listrik China dengan produk Suzuki bisa mencapai ratusan juta rupiah, ditambah fitur yang jauh lebih kaya, siapa yang nggak tergoda?
Strategi Suzuki Mulia, Tapi Jangan Terlalu Nyaman
Suzuki Indonesia memang memilih jalan yang “terhormat”: tidak ikut banting harga, tetap jaga kualitas, dan mengandalkan hubungan jangka panjang dengan pelanggan.
Tapi apakah itu cukup untuk bersaing di pasar yang makin brutal?
Sayangnya, pasar bukan tempat untuk terlalu nyaman. Di dunia yang makin cepat bergerak, loyalitas bisa pudar jika tidak ada nilai tambah yang nyata.

Kalau Suzuki ingin tetap relevan dan tidak tergilas tren, mereka harus mulai bicara dengan inovasi, bukan cuma nostalgia dan nama besar.
Karena percaya atau tidak, konsumen zaman sekarang lebih pilih harga masuk akal + fitur lengkap, ketimbang janji layanan yang kadang juga tak terasa di lapangan. ****
.
.
.
.
- Penulis: Selviyani Mimie


