OTOExpo.com – Otobursa TumplekBlek 2019 telah usai. Dalam ajang tersebut, NGK Busi Indonesia selaku produsen Busi NGK yang merajai pasar busi di tanah air turut memeriahkan ajang tahunan tersebut.
Selain menawarkan berbagai promo yang menarik, NGK Busi juga memberikan edukasi kepada para pengunjung yang sekedar mampir untuk membeli busi ataupun hanya bertanya seputar busi.
Busi Aus = BBM Boros
Busi merupakan komponen kendaraan yang sangat vital fungsinya, untuk itu busi perlu diganti secara berkala. Hal ini bertujuan agar proses pembakaran yang berlangsung di dalam mesin tetap optimal. Jika kualitas busi sudah menurun, proses pembakaran dapat terganggu dan tentunya bikin konsumsi BBM jadi lebih boros.
Akan lebih jelas terasa apabila kompresi-nya sudah menurun. Hal ini diakibatkan elektroda yang sudah kotor atau mengalami keausan. Efeknya sudah tentu kompresi dan performa mesin akan droop, tidak seperti biasanya.
Cara Mengetahui Performa Mesin
Adapun cara paling mudah untuk mengetahui performa mesin yang mulai turun akibat busi bisa di tes saat kendaraan digunakan saat jalan menanjak. Busi yang sudah turun performanya, laju mesin akan terasa lebih berat dan tidak seimbang dengan putaran gas yang dikeluarkan. Hal ini disebabkan karena percikan busi sudah tidak normal lagi.
Ada baiknya apabila busi di cek disaat kendaraan sudah menempuh jarak tertentu. Berdasarkan hasil riset internal PT NGK Busi Indonesia menunjukkan, busi tipe standar pada umumnya akan mulai aus pada sepeda motor di 6.000 km dan mobil di 20.000 km. Setelah itu baru cek fisik dari busi tersebut. Membiarkan busi yang sudah aus dan masa pakainya habis, dapat memicu terjadinya overheat pada busi saat busi bekerja, yakni disaat mesin kendaraan dihidupkan.
Kerusakan
Untuk busi jenis standar, kerusakan yang sering kali terjadi pada ground dan pada pusatnya. Sementara, pada busi dengan material logam mulia tunggal, kerusakan biasanya terjadi di ground busi.
Kerusakan pada busi ditandai oleh keausan pada elektrodanya. Jika busi yang elektrodanya sudah aus dan tidak segera diganti dengan busi yang baru, kerusakan pada elektroda akan merembet ke komponen lain pada kendaraan.
“Untuk itu diperlukan pengecekan busi secara berkala agar kendaraan anda tetap optimal dan tentunya tidak boros BBM” tutup Ijoel selaku Sales Marketing Department PT NGK Busi Indonesia di ajang Otobursa TumplekBlek 2019.
Diko Oktaviano, Technical Support PT NGK Busi Indonesia mengatakan, ada dua sistimatis yang diterapkannya untuk dijadikan acuan pedoman ganti busi.
Pertama, berdasarkan kilometer jarak tempuh kendaraan tersebut.
Kedua, dapat dilihat dari fisik businya. Yakni, jika elektroda busi sudah terkikis, saatnya busi lama harus digantikan dengan spark plug yang baru.
“Saya membagi dua acuan. Pertama untuk orang awam bisa berpatokan pada kilometer yang tertera di kendaraan. Kedua, untuk yang benar paham mekanik atau yang mengerti tentang mesin, dilihat dari elektroda si busi itu sendiri,” katanya.
Ia menjelaskan, untuk acuan berdasarkan kilometer sebenarnya sudah ada di buku pedoman kendaraan itu sendiri. Misalnya, untuk motor pemakaian businya bisa mencapai 6000-10000 kilometer.
Setelah melewati kilometer ini, busi harus sudah diganti. Untuk kendaraan roda empat busi bisa dipacu di 20000-40000 kilometer. Ini untuk busi yang berbahan material nikel (standar).
Berbeda dengan busi yang terbuat dari bahan dasar logam mulia atau busi iridium. Untuk motor 48000 kilometer. Sedangkan untuk mobil 100000 kilometer.
Contohnya di motor Honda CBR250 yang sudah menggunakan busi iridium sebagai busi bawaan pabrik. Untuk mobil yaitu Toyota NR Engine dan Mitsubishi Xpander serta mobil mobil terbaru.
“Untuk patokan berdasarkan yang mengerti dengan mesin dapat dilihat dari fisik businya. Cara melihatnya, busi harus dilepas dari kabelnya. Nanti akan terlihat apakah elektroda businya masih bagus atau sudah terkikis. Jika sudah terkikis, busi wajib diganti,” ucap dokternya busi NGK Indonesia.